Senyum yang Sama

Ini lanjutan kisah kami, para relawan tim Ekspedisi Nusantara Jaya 2016 Perintis Maluku Utara di Pulau Kasiruta. Negeri di selatan Maluku Utara yang terkenal dengan batu akiknya. (Bagian Keempat)

Marikapal, desa tujuan selanjutnya. Jalur laut masih menjadi satu-satunya penghubung dengan Desa Kakupang. Jadi, tidak ada pilihan lain selain menggunakan perahu cepat.

Agak miris memang, padahal keduanya masih dalam satu pulau yang sama. Untungnya, warga Kakupang berbaik hati bersedia menghantar kami beserta logistik selama menetap di desa Marikapal.

Selama perjalanan kami disuguhi pemandangan lereng-lereng tebing, jernihnya air laut serta jejeran pantai pasir putih dan pulau-pulau kecil nan indah. Cuaca pun tidak terlalu buruk. Meski terkadang sedikit gelombang kecil menghentak perahu.

Sesampai di desa, warga terlihat sangat terbuka menyambut datangannya kami. Seperti kejadian yang terulang kembali. Dengan senyum yang sama, senyum yang mengingatkan kami dengan desa sebelumnya. Senyum yang kami takutkan akan membawa kesedihan ketika berpisah nanti.

Memori Lima Hari

Ini kisah kami, para relawan tim Ekspedisi Nusantara Jaya 2016 Perintis Maluku Utara di Pulau Kasiruta. Negeri di selatan Maluku Utara yang terkenal dengan batu akiknya. (Bagian Ketiga)

Senin. Tak terasa hari ini menjadi hari terakhir kami di Kakupang, setelah enam hari bersama warga desa menjalankan program-program kami. Mulai dari sektor pendidikan, lingkungan, ekonomi sampai kesehatan.

Foto bersama warga Kakupang, saat tim menuju desa berikutnya. (foto/lng)
Sedikit kilas balik beberapa hari sebelumnya. Kegiatan pertama yang kami lakukan esok hari setelah malam berlalu adalah kegiatan bersih lingkungan. Kebetulan bertepatan dengan hari Jum'at, maka kegiatan ini dinamakan Jum'at bersih. Di mulai dari ujung belakang sampai ke dermaga, warga bergotong royong membersihkan desa. Malamnya tim berkesempatan menyalurkan sembako hasil kerjasama dengan pemerintah daerah.

Besoknya dilanjutkan dengan kegiatan bersih-bersih serta menaman pohon di area sekitar sekolah. Bibit-bibit pohon ini kami datangkan langsung dari Ternate serta sebagian dibawa dari Labuha. Usai menanam, para siswa diajarkan baris berbaris. Tak sampai disitu, kegiatan dilanjutkan dengan menggambar, mewarnai serta tidak ketinggalan  menyanyikan lagu-lagu nasional dan daerah.

Menanam pohon, salah satu program bidang lingkungan. (foto/lng)
Malam hari jadi yang paling menegangkan bagi adik-adik yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Bahkan para orangtua pun tak kalah tegangnya. Namun, suasana langsung mencair setelah lomba cerdas cermat berlangsung. Ini semua akibat ulah dari anak-anak peserta lomba yang terkadang memancing gelak tawa penonton.

Minggu. Hari ini jadi harinya bidang kesehatan. Dari pagi sampai siang hari, mulai dari pemberian gizi, demonstrasi hidup bersih dan sehat serta mengajarkan cara menggosok gigi yang baik dan benar sampai pemeriksaan gratis di pos kesehatan setempat bagi warga desa.

Kesannya, hari-hari kami hanya dihabiskan untuk menjalankan program. Bahkan sampai hari terakhir pun masih sibuk mengajar di sekolah. Tapi sebenarnya waktu kami bukan melulu untuk bekerja. Kami pun sempat bertamasnya dengan siswa sekolah dasar dan warga desa ke pulau pasir putih Babating. Salah satu potensi wisata yang harusnya bisa dikelola dengan baik.

Kecerian bersama murid SD Marakoko dan warga Kakupang di Pulau Babating. (foto/lng)
Selain itu, kami juga sempat main-main ke air terjun dan juga mendayung sampan ke pulau Gura ma Ngofa yang lokasinya persis di depan desa. Berenang di sekitar dermaga, serta memancing di belakang rumah.

Begitulah sedikit cerita singkat kami di Desa Kakupang. Memori indah dalam ekspedisi terukir lima hari disini. Warga yang santun, anak-anak yang penuh keceriaan, mewarnai hari-hari kami. Terimakasih Kakupang.

Disambut dengan Senyuman

Lanjutan kisah kami, para relawan tim Ekspedisi Nusantara Jaya 2016 Perintis Maluku Utara di Pulau Kasiruta. Negeri di selatan Maluku Utara yang terkenal dengan batu akiknya. (Bagian Kedua)

Setelah dua jam menempuh perjalan laut, akhirnya nafas kembali lega. Senyum mulai terkembang. Meski fokus masih melayang, efek mabuk laut.

Semua itu sirna setelah langkah-langkah kaki menyentuh dermaga Desa Kakupang. Desa tujuan pertama kami dari dua desa di Pulau Kasiruta. Masyarakat berkumpul menyambut kedatangan kami. Dari anak-anak sampai manula memadati dermaga dengan jembatan sepanjang 200 meter itu.

Sambutan dari warga Desa Kakupang. (foto/lng)
Dalam hati, saya masih tak percaya disambut oleh masyarakat seramai ini yang bahkan secara sukarela mengangkut barang bawaan kami dengan senyuman. Seakan kami adalah bagian dari warga desa. Kesan yang luar biasa.

Di Desa ini, kami dipersilahkan tinggal di balai desa sementara. Rumah dari saudara Bapak Sekretaris Desa. Selanjutnya tempat ini jadi Sekretariat sementara tim ENJ 2016 Perintis Maluku Utara.

Malam, masih di hari yang sama. Ada istilah "tak kenal maka tak sayang," untuk itulah malam kala itu jadi hari kami memperkenalkan diri. Bukan sebatas kami secara pribadi namun juga apa yang kami bawa, program-program apa saja yang kami berikan untuk warga desa. Seperti itulah hari pertama di desa berakhir.

Berjuang Melawan Ombak

Ini adalah kisah kami, relawan tim Ekspedisi Nusantara Jaya 2016 Perintis Maluku Utara di Pulau Kasiruta. Negeri di Selatan Maluku Utara yang terkenal dengan batu akiknya. (Bagian kesatu)

Hari pertama. Seingat saya, cuaca saat itu tampak cerah seperti biasanya saat perahu cepat kami akan lepas dari dermaga. Laut pun terkesan tenang. Tak terlihat seperti akan ada ombak yang terus menerus menerjang kami selama dua jam perjalanan menuju desa.

Kapal cepat, sarana transportasi yang digunakan tim ekspedisi menuju Desa Kakupang. (foto/lng)
Seperempat perjalanan, situasi masih terkendali. Semangat para relawan tim Ekspedisi Nusantara Jaya perintis Maluku Utara pun tetap berapi-api. Terbukti nyanyian dari kedua sisi bangku perahu bahkan melebihi gempuran derasnya suara ombak.

Suasana didalam kapal cepat. (foto/lng)
Semua berubah setelah lewat setengah perjalanan. Keadaan tak lagi dapat dibohongi. Suara nyayian berganti rengekan. Sebagian dari kami bahkan tak mampu menahan rasa mual. Gelombang Laut Maluku memang tanpa ampun. Sensasi menunggangi ombak kali ini, jadi pengalaman buat kami.